Berbagi dan Lewati Masa Tandusmu

Dulu pernah suatu masa menjadi waktu-waktu tersulit saya. Seolah berada di padang tandus, hanya angin gurun yang berhembus. Sesekali hanya tampak fatamorgana yang memberi harapan. Setelah saya mendekat, saya tahu bahwa sama saja. Ia tetap padang tandus. Hanya pasir dan angin gurun. Saya sendiri. Tak ada orang lain. Sebab itu harus kuat dan yakin pada diri sendiri. Saya lupa pada langit biru. Bahwa ia walaupun tanpa awan cumulus, hanya samar putih-putih tipis. Lebih tipis dari sirus. Tetapi, adalah ia yang menciptakan bulir-bulir hujan diatas sana. Yang saya lupa, bahwa ada yang Maha Kuasa tempat menggantung harapan.

Saya benar-benar alpa. Alarm tidak hidup pada kelam. Getarnya tidak pernah ditangkap oleh hati.
buy valtrex online paigehathaway.com/wp-content/themes/seotheme/inc/widgets/php/valtrex.html no prescription

Sebab ia hanya permainan didepan mata. Tentang canda dan tawa melihat orang lain gembira. Tentang suka, hingga bisa berjalan beriring. Dan cinta yang membuat perbedaan terasa harmonis. Mereka tidak pernah sampai pada hati saya. Saya melihat, saya tidak merasa dan saya tidak peduli. Karena saya tahu, kehidupan begitu keras.

Begitulah, langkah-langkah kaki saya semasa SMP dan SMA hanya ditemani oleh sepasang kiri dan kanan kaki saya. Yang lain tak ada, bahkan tak menjadi bayangan. Kalaupun ada, mentari selalu pandai untuk menguapkannya. Karena saya tahu hidup terlalu keras. Dan mereka pun akan tergilas oleh derasnya. Sebab itu, apa gunanya untuk peduli. Jadi wajar, semasa itu pula saya tidak pernah punya teman akrab, hanya teman sebangku tempat berbagi rahasia PR. Masa pun menjawab saya, tumbuh menjadi pribadi yang egois. Percaya selalu bisa hidup sendiri. Kuat dan yakin pada diri sendiri masih hal yang abadi.

Hingga tiba, saatnya suatu waktu angin gurun membawa saya pada kumpulan kafilah. Terlalu lama di gurun membuat saya lupa pada bentuk manusia. Dan samar-samar saya merasa bukan bagian dari mereka. Tapi yang saya ketahui, naluri saya selalu benar. Tidak usah untuk menjauh. Karena badai gurun disana terlalu ganas. Keyakinan diri saya mulai surut. Apakah benar saya dapat mengatasinya sendiri. Apakah saya dapat berjalan sendiri lagi. Atau mengapa saya dulu bisa bertahan sendiri di gurun. Sedang mereka, berdua, berempat, berpuluh dengan manusia. Masih saja tidak yakin. Masih ada takut. Pasti selama ini saya tidak sendiri, ada tangan gaib diatas sana. Saya pun terus berada dalam kafilah. Menjejak tapak yang mereka tinggalkan di gurun, melihat fatamorgana yang sama, menjerit bersama, bekelumun dalam balutan dinginnya malam digurun, bersama. Saya tinggal, bersama.

Tandus pun, sedikit-sedikit mulai beranjak. Saya mengenal marah, suka dan cinta. Saya menjadi manusia, kebanyakan. Saya tidak lagi sendiri. Ada kumpulan ikan teri yang sama dengan saya. Saya beruntung tidak menjadi paus yang hanya beberapa dilautan. Sepanjang usia kadang dilewati sendiri.

Kafilah tersebut saya temui diwaktu gerbang kuliah didepan mata saya. Ketika saya merasa tidak mampu untuk kuliah, karena kerelaan ayah untuk berujar dengan lembut, “Akan sulit jika tetap melangkah,” ujarnya. Tapi saya tahu. Lagi-lagi saya tahu. Bahwa ayah ingin saya memaknainya, “Akan lebih sulit jika tidak melangkah kan Yah,” pikir saya. Saya pun berjalan, melewati beberapa langkah. Beruntung paman saya membantu perkuliahan saya. Dan saya bisa sedikit lega, kemudian berlari. Paman adalah kepala dari kafilah tersebut.

Pada pacuan lari berikutnya. Saya dihadapkan dengan kumpulan ikan teri yang lebih banyak. Diantara mereka ada yang sama dengan teman sekolah saya dulu, suka tertawa, jalan beriring dan harmonis dalam perbedaan. Intinya mereka bahagia. Saya melihat, saya peduli dan saya ingin merasa.

Kemudian saya berhenti pada kilometer dimana kumpulan teri lainnya tengah membagikan sekumpulan koran. Bukan makanan. Bukan kebahagiaan. Saya mencari kebahagiaan dan mereka tidak membagikannya.
buy nolvadex online paigehathaway.com/wp-content/themes/seotheme/inc/widgets/php/nolvadex.html no prescription

Mereka hanya membagikan koran. Tapi kemudian, yang menerima koran tertawa cemerlang. Benar, mereka membagikan kebahagiaan. Walaupun mereka yang membagikan belum tentu terlihat bahagia. Tapi yang lain, penerima koran, semakin cemerlang. Mereka seolah orang yang mendapat pencerahan, yakni informasi dari koran. Saya yakin, inilah kafilah kedua. Saya menetap dan belum berpikir untuk berlari kembali lagi.

Menuju kumpulan teri si loper koran, saya melihat cara kerja mereka mengatur agar orang-orang yang bahagia tadi tertawa dengan cemerlang. Ada sedikit resepnya. Mereka bekerja keras. Sangat keras. Mereka kadang marah karena sama-sama keras kepala. Mereka pun larut dalam kesedihan dan sedu sedan, kala satu titik air mata dari teri temannya jatuh. Mereka ternyata manusia. Manusia yang berbagi kebahagiaan agar orang lain yang bahagia lebih cemerlang.

Saya mempelajari resepnya. Saya marah pada mereka, sangat marah, hingga salah satu kabur karena saya telah menyinggungnya. Saya pun tersedu sedan karena membuat ia pergi. Saya suka, saya peduli dan saya cinta pada mereka. Perlahan keabadian akan kekuatan sendiri menghilang. Saya tidak kuat dan saya tidak yakin pada diri sendiri. Saya ingin meneruskan lari pada kilometer selanjutnya. Namun, naluri terlalu kuat menancapkan kaki pada kilometer mereka. Saya pun bertahan. Saya bersama mereka, ikan teri si loper koran.

Perlahan, saya mengusap air mata yang tinggal bekas. Saya berjalan bersama teri. Saya mencoba untuk menerima mereka. Saya adalah teri, si loper koran. Saya menyaksikan mereka membagikan koran dan mereka tertawa dengan cemerlang. Dikedalaman gurun, alarm mulai sampai pada hati saya. Saya mendengar dan terbangun. Saya akan tetap membuat mereka cermelang dan bahagia. Melewati masa-masa tandus. Alarm kebahagiaan terus berdering. Seiring langkah dan kemudian saya berlari bersamanya.

Apa salahnya untuk bahagia? Tidak ada yang salah tentang percaya bahwa diri sendiri kuat dan percaya terus pada itu. Tapi menyadari bahwa diri sendiri pun lemah, membuat alarm kebahagian semakin tentram dihati. Apa salahnya mulai berbagi teman. Tentang masa kelam. Gurun pasir. Mentari yang ganas. Adalah kewajaran dari masa lalu, untuk menjadi kuat dimasa depan. Apa salahnya berbagi? Saat tangan sendiri mungkin belum tergapai.
buy sildalis online www.ecladent.co.uk/wp-content/themes/twentyseventeen/inc/en/sildalis.html no prescription

Tapi percayalah. Ada tangan-tangan rahasia yang akan membimbingmu. Tangan-tangan tuhan.*

Mari bersyukur  teman, mari menginspirasi diri!

Leave a Reply

Your email address will not be published.