Being Realistic or Idealistic

Dalam kehidupan sehari hari, manusia kerap kali dihadapkan pada pilihan pilihan yang sulit,  rumit dan sengit.  Namun,  tentu saja sebuah keputusan harus tetap di ambil.  Dari judul di atas, orang akan berfikir “wah berat nih bahasanya” saat membaca judulnya saja.  Padahal dua hal di atas sering kali kita temui dalam aktivitas sehari hari.  Namun,  saya juga tidak mengatakan bahwa ini mudah.

Lebih baik di asingkan dari pada menyerah pada kemunafikan (Soe Hok Gie)

Soe Hok Gie merupakan aktivis tiong hoa yang hidup pada pemerintahan soekarno. Saya suka cara berpikirnya, ide dan gagasannya selalu kuat.  Bisa di simpulkan bahwa dia seorang idealis.  Tapi tentu saja dia bukan pencetus paham idealisme apalagi realisme. Kedua paham ini sudah ada pada zaman Plato dan kawan kawan ilmuannya.

Meski sudah di cetuskan berabad abad yang lalu, paham ini selalu menuai pro dan kontra. Ada yang mengatakan idealis itu pemimpi, ada juga yang mengatakan para penganut realisme itu pesimis. Perlu di ingat bahwa kedua paham ini bukanlah partai politik, bukan juga komunitas atau golongan tertentu.  Kedua paham di atas merupakan pola pikir, bagaimana seseorang melihat, menanggapi dan mengambil problem solving yang tepat.

Paham idealisme merupakan sebuah kepercayaan yang di anggap benar dan di junjung tinggi oleh seseorang. kepercayaan ini tentu mempengaruhi pola hidup, prilaku,  ide dan pola pikir orang tersebut. Karena BENAR bukanlah sesuatu yang absolut, paham idealisme yang di junjung seseorang tidak selalu berakibat baik.  Contohnya,  Idealisme dari Adolf Hitler teradap kaum Yahudi yang akhirnya berakhir pada pemusnahan orang Yahudi di jerman. Namun disini,  saya akan membahas idealisme yang berakibat baik saja.

Sedangkan paham realisme merupakan pola pikir yang mengikuti arus atau dalam bahasa inggrisnya “following the majority”.
buy zoloft online www.quantumtechniques.com/wp-content/themes/twentyseventeen/inc/new/zoloft.html no prescription

Untul membahas keduanya,  saya akan memberikan contoh real yang pernah saya alami.

Saya menempuh pendidikan SMA swasta di salah satu kota kecil di kabupaten Karo. Saat duduk di bangku kelas XII,  saya sudah tertarik dengan paham Idealisme,  saya percaya bahwa tidak benar membenarkan yang salah.  Salah seorang guru saya meminta kami untuk mengumpulkan uang senilai Rp 6000/ orang untuk membeli keperluan creative activity di sekolah. Hari demi hari,  minggu demi minggu dan hingga berbulan bulan, dia belum juga membeli peralatan seperti yang sudah di janjikan.  Saya dan seorang teman saya membuat kesepakatan untuk melaporkan hal ini ke kepala sekolah,  walaupun kami bukan perangkat kelas apalagi anggota osis.  Kami membuat sebuah kampanye di kelas untuk di rundingkan bersama,  mereka semua setuju.  Dan setelah di bicarakan dengan wali kelas, ternyata dia juga setuju.

Namun saat itu kami sedang tidak beruntung,  kepala sekolah sedang berada di luar kota.  Rasa marah saya bertambah ketika saya tau,  ternyata ada beberapa kelas lain yang bernasib sama.  Akhirnya saya dan teman teman sekelas memutuskan demo di kantor guru.
buy levitra professional online www.mydentalplace.com/wp-content/themes/twentytwelve/inc/en/levitra-professional.html no prescription

Cukup ricuh hari itu. Entah bagaimana ceritanya,  saya secara tidak sengaja melihat daftar gaji bulanan setiap guru di sekolah saya. Saya sangat terkejut ketika melihat gaji guru ketrampilan saya merupakan yang terendah, Rp 600.000/ bulan. Biaya hidup yang mahal, suaminya seorang supir angkot yang gajinya tidak seberapa, dan di tambah lagi dia baru saja melahirkan anak pertama beberapa bulan lalunya.

Karena hal hal ini,  saya kembali memikirkan keputusan yang harus kami ambil.  Saya mencoba berdiskusi dengan teman teman sekelas, banyak yang tidak setuju mengadakan negosiasi tersebut karena menjunjung kebenaran dan hukum yang harus di tegakkan.  Tentu saja dia bersalah, apalagi seorang guru mestinya mejadi role model bagi kami.  Tuntutan yang kami minta saat itu sangat berat, 1. Mengembalikan uang siswa, 2. Di pecat.

Dia terbukti salah menggelapkan uang siswa, namun saya juga tidak juga merasa puas atau bahagia dengan hukuman yang harusnya dia terima. Lalu hukuman apa yang tepat di berikan pada guru yang demikian? Saya pikir,  keputusan wali kelas saya saat itu sangat tepat dan membuat saya lega, tidak harus di buru rasa bersalah. Dia harus Minta maaf.  Hanya itu.

Dia akhirnya mengakui dan minta maaf secara formal di depan kelas,  dan tetap mengajar seperti biasa. Awalnya saya pikir dia akan menekan nilai saya,  karna saya salah satu orang yang buka suara. Ternyata tidak.

Dari cerita di atas, bisa di lihat bahwa sesungguhnya realisme dan idealisme harusnya berjalan beriringan.  Tidak mungkin seseorang hidup dengan idealisme saja dan mengabaikan realita yang tidak memungkinkan.  Tidak mungkin juga seseorang hidup dengan realismenya saja, hidup seperti yang orang orang lain lakukan, mengikuti arus saja. Jadi sebenarnya kedua paham ini?

Bisa di simpulkan bahwa realisme dan idealisme tidaklah kontradiktif.  Melainkan, harus berjalan seimbang.  Idealisme merupakan sebuah pemberontakan terhadap sesuatu yang bejalan salah di lapangan.
buy antabuse online www.quantumtechniques.com/wp-content/themes/twentyseventeen/inc/new/antabuse.html no prescription

  Sedangkan realisme membantu kita untuk memahami kondisi yang real di lapangan.

Saya ingin mengatakan bahwa, kiranya setiap tindakan yang kita lakukan harus memiliki dasar yang benar dan baik. Karna benar saja kadang tidak cukup, dan baik saja belum tentu benar.

Idealism without realism is impotent. Realism without idealism is immoral

Banyak acara YOT terlebih lebih connext conference juga secara tidak langsung mengajarkan anak anak muda untuk menjadi orang idealis yang realistis.  Memberikan semangat bahwa indonesia punya harapan yang lebih baik,  dan harapan itu tentu saja mungkin untuk di capai.  Untuk mencapai hal ini,  tentu saja di butuhkan yang namanya pembelajaran untuk skill yang lebih baik,  dan juga pengabdian supaya kita tidak hanya hidup untuk diri sendiri. Saya kira,  kedua hal ini Penting untuk di miliki oleh generasi muda indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.